10/31/2008

Sebuah Cerita tentang perubahan

We cannot solve the problems by using the same kind of thinking we used when we created them
Albert Einstein



Banyak hal yang langsung saya pikirkan, setelah saya mendengar nasehat atau rumus dari ilmuan yang dulu menjadi orang paling hebat di jamannya.

Setelah itu, dan tidak hanya itu. Saya makin terisnpirasi oleh sebuah buku yang berjudul "Change!", yang ditulis oleh Rhenald Kasali. Menurut hasil pikiran saya, buku tersebut berisi tentang perubahan yang mesti disadari dan dilakukan, apapun itu, dalam segi kepribadian, maupun manajemen bisnis.

Salah satu artikel dari buku tersebut, menuliskan tentang sejarah seorang pemimpin dari sebuah perusahaan. Ialah Irwan Hidayat. Ia merupakan Direktur utama dari PT. Sido Muncul. Yang merupakan perusahaan warisan keluarga turun temurun.

Irwan Hidayat dan Sidomuncul

Pendidikannya hanya SMA, tetapi di tangannya Sido Muncul yang tadinya hanya usaha jamu tradisional rumahan tumbuh menjadi usaha besar, moderen, dan disamis. Intinya, ia adalah manusia pembelajar yang selalu beradaptasi dengan perubahan.

Semula saya menaruh perhatian pada produk. Saya tanya pada orang - orang apakah suka minum jamu. Mereka bilang tidak. Kenapa? Katanya rasanya pahit, bau, dan tidak enak di mulut. Saya lalu tanya sama orangtua kenapa jamu pahit. Mengapa orang hanya minum jamu kalau lagi tidak ada uang. Jawabnya antara lain adalah, memang disengaja. "Supaya Murah," katanya, "mereka memilih bahan - bahan yang murah - murah." Selain itu ketika memasaknya sering ditinggal sehingga gosong dan pahit. Dapurnya kotor, dan yang bekerja juga tidak punya tradisi bersih," katanya.

Sebagai generasi ketiga yang dipercaya untuk melanjutkan bisnis keluarga, Irwan tidak bisa dengan hanya melanjutkan begitu saja tradisi yang telah di bangun perusahaan. Situasi dan kondisi zaman yang dihadapi telah jauh berbeda, begitu pula tuntutan konsumen terhadap produk yang dihasilkan. Keadaan itu yang memacunya menjadi terobosan - terobosan baru utnuk mengangkat "gengsi" jamu agar dapat setara dengan obat, atau setidaknya menjadi pengobatan alternatif yang teruji keabhsahan dan keilmiahannya.

Maka Irwan mulai membenahi produk. Ia mulai memilih bahan - bahan yang berkualitas dan lebih bersih. Petugasnya harus bersih, pekerangannya bersih, dapurnya bersih, alatnya moderen dan bersih.

Irwan membangun sebuah laboratorium selua 3.000 meter persegi dengan biaya 2,5 miliyar rupiah, dan pabrik seluas 7 hektar. Kenekatan itu membuahkan hasil. Tahun 2000 Departemen Kesehatan memberikan sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) kepada PT. Sidomuncul, padahal selama ini industri jamu hanya mendapatkan sertidikat Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB). "Kini kami siap menghadapi persaingan Global," tekad Irwan.

Ia menerapkan standar tinggi, di atas CPOTB. Ini adalah standar perusahaan farmasi.


Sejak itu, perusahaannya diterima oleh pasar. Ia mengubah logo, kemasan, dan cara - cara komunikasi. Ia memakai bintang - bintang unggulan dalam beriklan seperti: Sophia Latjuba, Jeremy Thomas, Grup Band Dewa, Warna, Mayang Sari, Timbul, Inul, sampai atlet tenis Wenny Prakusha dan budayawan Setiawan Djody. Produknya dikembangkan. Produk Tolak Angin berbentuk serbuk yang pahit dikembangkan menjadi Tolak Angin Cair (dengan rasa mint dan madu) yang tidak lagi pahit, serta Tolak Angin anak - anak dan permen Tolak Angin. Produk kuku bima dikembangkan menjadi minuman energi Kuku Bima Energy. Sekarang sido Muncul mulai berevolusi, dari sekedar pembuat jamu, menjadi produsen makanan. Sido Muncul mulai membuat mi instan, kecap dan sebagainya.

Diakui, banyak kesalahan yang tidak perlu terjadi dilakukannya hanya karena ketidaktahuannya. "Saya masih banyak melakukan kesalahan yang tidak perlu. Tahun 1993 itulah saya mendapat pengajaran yang berarti, justru dari orang - orang yang tak terduga, yaitu orang gila yang dengan terus terang mengatakan jamu saya pahit, tidak enak, yang akhirnya membuat saya berfikir keras bagaimana membuat jamu yang disukai.

Biro iklan yang menolak saya mengajarkan bahwa bisnis itu harus dengan hati nurani, dan tukang bajaj mengajarkan kepada saya bahwa kita ini punya tanggung jawab sosial, beribadahlah dengan hati, bukan sekedar kewajiban," katanya.

Pelajaran - pelajaran itu yang kemudian menjadi pedoman Irwan dalam menjalankan perusahaannya. Berbisnis dengan hati nurani diwujudkannya dengan selalu membina hubungan baik dengan supplier-nya, memberikan upah yang layak kepada karyawannya, dan dalam mengambangkan networking (jaringan kerja).

Saya tidak setuju dengan upah minimum, saya lebih suka kalau kita menetapkan upah yang layak. Karena dengan upah yang layak, kita bisa meningkatkan produktivitas, dan itu akan banyak menghemat biaya, daripada kita membayar dengan upah minimum, tetapi produktivitas rendah. Dan, yang terpenting adalah kepercayaan, baik di internal maupun eksternal. Kalau itu bisa kita jaga, smuanya akan lebih mudah," katanya.


Kini, yang menjadi cita - cita Irwan adalah mengembangkan industri jamu sebagai bagian dari pembangunan sistem kesehatan nasional. Untuk itu, dia sedang merintis langkah untuk mendidik para pengobat, seperti halnya China mengembangkan pengobatan tradisionalnya dengan mendidik para shinse.

"Saya punya cita - cita ada pendidikan naturopath di indonesia (semacam pengobatan alternatif menggunakan bahan - bahan yang alami). Sebenarnya Depertemen Kesehatan bisa membantu ke arah sana, toh natoropath ini bukan hal baru, sudah diakui keberadaanya, dan kita punya potensi bagus di bidang ini."

1 komentar:

David mengatakan...

tokek bau...